Hal-Hal
Yang Dilarang Dalam Pacaran
‘Pacaran’ bukanlah istilah yang ada dalam khazanah Islam. Maka memang tidak
ditemukan dalil yang bunyinya “janganlah kalian pacaran” atau “pacaran
itu haram” atau semisalnya. Dan dalam kitab para ulama terdahulu pun tidak
ada bab mengenai pacaran. Lalu mengapa kita bisa katakan Islam melarang
pacaran? Karena jika kita melihat realita, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam
pacaran terdapat kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang dilarang dalam Islam, yaitu:
1. Zina atau mendekatinya
Zina sudah jelas terlarang dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras
dari pada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati
zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih
terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara
kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari
maksud pembicaraan. ” Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat
simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang
terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk
perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai
perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang
As Sa’di menyatakan: “larangan mendekati zina lebih keras dari pada sekedar
larangan berbuat zina, karena larangan mendekati zina juga mencakup seluruh hal
yang menjadi pembuka peluang dan pemicu terjadinya zina” (Tafsir As Sa’di,
457). Maka ayat ini mencakup jima’ (hubungan seks), dan juga
semua kegiatan percumbuan, bermesraan dan kegiatan seksual selain hubungan
intim (jima’) yang dilakukan pasangan yang tidak halal.
Dan zina itu merupakan dosa besar, pezina yang muhshan dijatuhi
hukuman rajam hingga mati. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، إلا بإحدى
ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه التارك للجماعة
“Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis
orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar
dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676).
Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak
berlebihan jika kita katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina, karena
dua orang sedang yang berkencan atau berpacaran untuk menuju ke zina hanya
tinggal selangkah saja.
Dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi, yang pelakunya
memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun tetap diancam dosa
karena merupakan pengantar menuju zina hakiki. Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا
العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك
كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam
memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin
dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan,
sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan
kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).
Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak
dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan
syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang
tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan
berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang
mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).
2. Bersentuhan dengan lawan jenis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ
أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih
baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan
mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan
Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
Hadits ini jelas melarang menyentuh wanita yang bukan mahram secara mutlak,
baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat. Imam Nawawi berkata: “Ash-hab kami
(para ulama syafi’iyyah) berkata bahwa setiap yang diharamkan untuk dipandang
maka haram menyentuhnya. Dan terkadang dibolehkan melihat (wanita ajnabiyah)
namun haram menyentuhnya. Karena boleh memandang wanita ajnabiyah dalam berjual
beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal
dengannya. Namun tetap tidak boleh untuk menyentuh mereka dalam keadaan-keadaan
tersebut” (Al Majmu’: 4/635).
Maka kegiatan bergandengan tangan, merangkul, membelai, wanita yang bukan
mahram adalah haram hukumnya. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh
orang yang berpacaran.
3. Berpandangan-pandangan dengan lawan jenis
Lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk saling
menundukkan pandangan, maka jika sengaja saling memandang malah menyelisihi
180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya dengan
sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau untuk
bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi. Adapun jika tidak sengaja maka
tidak masalah. Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu‘anhu berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ
فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengenai
pandangan yang tidak di sengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan
pandanganku” (HR. Muslim no. 2159).
Beliau juga bersabda dalam hadits yang telah lalu:
فزنا العينِ النظرُ
“zina mata adalah memandang”
Adapun wanita muslimah, dilarang memandang lelaki dengan syahwat dan boleh
memandang lelaki jika tanpa syahwat. Karena terdapat hadits dalam Shahihain:
أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم
“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah bermain di
masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan sutrah agar mereka
tidak melihat ‘Aisyah“. (Muttafaqun ‘alaih)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “mengenai wanita yang memandang
lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di atas pusar
dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam mengizinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para
wanita itu juga selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita.
Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat para
lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam memandang
sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau berlezat-lezat, yang
demikian barulah terlarang” (Fatawa Nurun ‘alad Darb, http://www.binbaz.org.sa/mat/11044).
Namun yang lebih utama adalah berusaha menundukkan pandangan sebagaimana
diperintahkan dalam ayat. Nah, padahal dalam pacaran, hampir tidak mungkin
tidak ada syahwat diantara kedua pasangan. Dan ketika saling memandang, hampir
tidak mungkin mereka saling memandang tanpa ada syahwat. Andaipun tanpa
syahwat, dan ini kecil kemungkinannya, maka tetap haram bagi si lelaki dan
tidak utama bagi si wanita.
4. Khulwah
Khulwah maksudnya berdua-duaan antara wanita
dan lelaki yang bukan mahram. Para ulama mengatakan, “yang dimaksud
dengan khulwah yang terlarang adalah jika wanita berduaan
dengan lelaki di suatu tempat yang aman dari hadirnya orang ketiga” (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah).
Khulwah haram hukumnya. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ
مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan
ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Imam An Nawawi berkata: “adapun jika lelaki ajnabi dan wanita ajnabiyah
berduaan tanpa ada orang yang ketiga bersama mereka, hukumnya haram menurut
ijma ulama. Demikian juga jika ada bersama mereka orang yang mereka berdua
tidak malu kepadanya, semisal anak-anak kecil seumur dua atau tiga tahun, atau
semisal mereka, maka adanya mereka sama dengan tidak adanya. Demikian juga jika
para lelaki ajnabi berkumpul dengan para wanita ajnabiyyah di suatu tempat,
maka hukumnya juga haram” (Syarh Shahih Muslim, 9/109).
Berduaan adalah hal yang hampir tidak bisa lepas dari yang namanya pacaran,
bahkan terkadang orang yang berpacaran sengaja mencari tempat yang sepi dan
tertutup dari pandangan orang lain. Ini jelas merupakan keharaman. Wallahul
musta’an.
5. Wanita melembutkan suara
Wanita muslimah dilarang melembutkan dan merendahkan suaranya di depan
lelaki yang bukan mahram, yang berpotensi menimbulkan sesuatu yang tidak baik
di hati lelaki tersebut, berupa rasa kasmaran atau pun syahwat. Allah Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ
وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“maka janganlah kamu menundukkan suara dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan
yang baik” (QS. Al Ahzab: 32)
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “’janganlah kamu menundukkan suara‘,
As Suddi dan para ulama yang lain menyatakan, maksudnya adalah
melembut-lembutkan perkataan ketika berbicara dengan lelaki. Oleh karena itu
Allah berfirman ‘sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya‘ maksudnya hatinya menjadi rusak” (Tafsir Ibnu Katsir,
6/409). Dan bisa jadi hal ini juga termasuk zina dengan lisan sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits.
Termasuk juga dalam ayat ini, cara berbicara yang terdengar menggemaskan,
atau dengan intonasi tertentu, atau desahan atau hiasan-hiasan pembicaraan lain
yang berpotensi membuat lelaki yang mendengarkan tergoda, timbul rasa suka,
kasmaran atau timbul syahwat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa ini terjadi dalam
pacaran.
6. Penyakit Al ‘Isyq
Dari semua hal yang di atas yang tidak kalah berbahaya dan bersifat
destruktif dari pacaran adalah penyakit al isyq. Makna al isyq dalam Al
Qamus Al Muhith:
عُجْبُ المُحِبِّ بمَحْبوبِه، أو إفْراطُ الحُبِّ، ويكونُ في عَفافٍ وفي
دَعارةٍ، أو عَمَى الحِسِّ عن إدْراكِ عُيوبِهِ، أو مَرَضٌ وسْواسِيٌّ يَجْلُبُه
إلى نَفْسِه بتَسْليطِ فِكْرِهِ على اسْتِحْسانِ بعضِ الصُّوَر
“kekaguman seorang pecinta pada orang yang dicintainya, atau terlalu berlebihan
dalam mencinta, terkadang (kekaguman itu) pada kehormatan atau pada kemolekan,
atau menjadi buta terhadap aib-aibnya, atau timbulnya kegelisahan yang timbul
dalam jiwanya yang memenuhi pikirannya dengan gambaran-gambaran indah (tentang
yang dicintainya)”.
Singkat kata, al ‘isqy adalah mabuk asmara;
kasmaran; kesengsem (dalam bahasa Jawa). Al Isyq adalah
penyakit, bahkan penyakit yang berbahaya. Ibnul Qayyim mengatakan: “ini (al
isyq) adalah salah satu penyakit hati, penyakit ini berbeda dengan penyakit
pada umumnya dari segi dzat, sebab dan obatnya. Jika penyakit ini sudah
menjangkiti dan masuk di hati, sulit mencari obatnya dari para tabib dan
sakitnya terasa berat bagi orang yang terjangkiti” (At Thibbun Nabawi,
199). Orang yang terjangkit al ‘isyq juga biasanya senantiasa membayangkan dan
mengidam-idamkan pujaannya, padahal ini merupakan zina hati sebagaimana
disebutka dalam hadits.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa betapa al isyq banyak menjerumuskan pria
shalih menjadi pria bejat, wanita shalihah menjadi wanita bobrok. Betapa virus
cinta ini membuat orang berani menerjang hal-hal yang diharamkan, berani
melakukan hal-hal yang tabu dan malu untuk dilakukan, sampai-sampai ada pepatah
“cinta itu buta”, buta hingga aturan agama pun tidak dilihatnya, juga
pepatah “karena cinta, kotoran ayam rasanya coklat” sehingga yang buruk,
yang memalukan yang membinasakan pun terasa indah bagi orang yang
terjangkit al isyq.
Dari al isyq ini akan timbul perbuatan-perbuatan buruk
lain yang bahkan bisa lebih parah dari poin-poin yang disebutkan di atas.
Bukankah kita ingat kisah Nabi Yusuf yang ketampanannya membuat Zulaikha
kasmaran? Ia tidak menahan padangan dan dalam hatinya tumbuh penyakit al
isyq. Apa akibatnya? Ia mengajak Yusuf berzina.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا
الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan zina)
dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukannya pula) dengan wanita itu
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami
memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24).
Seorang yang kasmaran, akan selalu teringat si ‘dia’. Bahkan ketika
beribadah pun ingat si ‘dia’, melakukan kebaikan pun demi si ‘dia’. Allah
diduakan. Ibadah bukan karena Allah, dakwah pun tidak ikhlas, ikut taklim
karena ada si ‘dia’, sibuk mengurus dakwah karena bertemu si ‘dia’. Tidak
jarang gara-gara penyakit al isyq, seseorang datang ke dukun lalu
berbuat kesyirikan, tidak jarang pula yang saling membunuh, atau bunuh
diri. Wallahul musta’an.
Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mewanti-wanti
kita terhadap hal ini, beliau bersabda:
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi
lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim
2740)
Beliau juga bersabda:
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها . فينظرُ كيف تعملون .
فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني إسرائيلَ كانت في النساءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan
kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan
(disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah
kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan)
pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742)
7. Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah
Islam yang sempurna telah mengatur
hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu
pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan
pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat.
Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda
dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَمْ نَرَ
لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ
“Kami tidak pernah mengetahui
solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu
Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah
diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ
اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
“Barangsiapa yang mampu untuk
menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa
itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan
intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara
keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila
keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan
timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
REFERENSI
https://rumaysho.com/165-cinta-bukanlah-disalurkan-lewat-pacaran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar